MAHA KARYA HARDIKNAS 2009

MAHA KARYA HARDIKNAS 2009
pembagian hadiah LCT se Kota Metro

Rabu, 18 Maret 2009

budi PekERti

Akhir-akhir ini tindakan tanpa tata krama bahkan tindakan di luar susila cenderung menjadi hal yang biasa. Tawuran pelajar, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, perkosaan, pencabulan, pencurian, pembunuhan, penculikan, penjarahan, perampokan, perampasan, penodongan, dan tindakan-tindakan sejenisnya setiap hari menghiasi surat kabar dan televisi. Pelaku tindakan asusila di atas tidak hanya terbatas pada para remaja, tetapi tidak sedikit kasus-kasus kejahatan semacam itu dilakukan orang tua, bahkan sudah banyak anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus-kasus seperti di atas. Kondisi yang demikian mencerminkan lunturnya nilai-nilai luhur budaya bangsa kita. Apabila tidak segera diadakan kurasi, dapat dibayangkan bagaimana kondisi bangsa kita di tahun-tahun mendatang. Salah satu bentuk kurasi yang perlu kita dukung adalah pemunculan kembali istilah pendidikan budi pekerti. Dengan munculnya kembali istilah tersebut, kita semakin yakin bahwa pendidikan budi pekerti akan diimplementasikan lagi. Memberikan pendidikan budi pekerti kepada anak berarti melakukan kurasi terhadap berbagai penyakit masyarakat yang akhir-akhir ini cenderung mendomiasi kejadian. Dengan demikian, tidak dapat ditawar lagi bahwa penanaman budi pekerti luhur itu harus segera terwujud agar masyarakat kita tidak terlalu lama terbelenggu dalam kondisi yang serba cheos.
Penanaman nilai budi pekerti luhur itu sendiri harus berjalan terpadu dan dimulai sejak anak usia dini. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting untuk menanamkan budi pekerti luhur ini. Sejak kecil seharusnya anak sudah dibiasakan dengan perilaku-perilaku yang mencerminkan budi pekerti luhur di dalam keluarga. Tidak hanya itu, setiap tindakan dan perkataan anak seharusnya selalu dalam monitor orang tuanya sampai orang tua betul-betul mantap bahwa anaknya sudah sulit untuk terpengaruh dari hal-hal negatif.
Meskipun di dalam lingkungan keluarga sudah dilakukan pendidikan/pembiasaan berbudi pekerti luhur, belum tentu anak dapat melewati lingkungan pergaulan tanpa pengaruh negatif. Lingkungan pergaulan punya pengaruh yang sangat kuat bagi anak-anak. Sehingga, anak yang mendapat pendidikan budi pekerti dengan baik sekali pun dapat dengan mudah terbawa ke dalam perilaku yang dur, angkara, murka, atau nista.
Dengan demikian, lingkungan tetap menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya perilaku-perilaku anak yang menyimpang dari kesusilaan. Oleh karena itu, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan yang mendidik anak-anak seusia merupakan lembaga yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur. Hal ini penting dilakukan mengingat besarnya pengaruh lingkungan terhadap pola perilaku anak pada saat ini dapat dikatakan sudah sulit dikendalikan.
Penanaman budi pekerti luhur sangat perlu dimunculkan kembali dan segera diterapkan lewat jalur pendidikan formal atau sekolah. Di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi yang akan diterapkan mulai tahun 2004, sudah termuat Kurikulum Pendidikan Budi Pekerti. Karena pendidikan budi pekerti belum merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri, pelaksanaannya masih diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sesuai, yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, atau mata pelajaran lain yang sesuai, misalnya mata pelajaran Bahasa Jawa
Pegintegrasian pendidikan budi pekerti sangat mungkin dimasukkan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama maupun Pendidikan Kewarganegaraan dan hal ini sesungguhnya sudah dilaksanakan namun hasilnya yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budi pekerti diterjemahkan sebagai tingkah laku atau perangai, Depdikbud (1995: 150).
Di dalam bahasa aslinya, Sansekerta, kata budi berasal dari kata akar budh, kata kerja yang berarti sadar, bangun, atau bangkit secara kejiwaan. Jadi, budi adalah penyadar, pembangun, atau pembangkit atau budi adalah ide-ide. Pekerti berasal dari kata akar kr yang berarti bekerja, berlaku, atau bertindak secara keragaan. Dengan demikian, pekerti adalah tindakan-tindakan. Meskipun budi dan pekerti itu dapat dibedakan, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Wajah kita gambaran hati kita, begitulah apabila diungkapkan. Di dalam budaya Jawa dinyatakan Lair iku utusaning batin. Rohani dan jasmani saling berpadu dan menjadi satu kesatuan. Raga kita ini adalah jasmani yang dirohanikan atau rohani yang menjasmani (Dwijarkara, 1989).
Dalam kenyataannya budi dan pekerti ada yang menjadi kebaikan dan ada yang menjadi kejahatan. Jadi, ada budi pekerti yang su atau baik; ada budi pekerti yang dur atau jahat.
Sifat-sifat manusia yang cenderung mengarah pada kejahatan, yaitu: sobong, kikir, cabul, iri, rakus, marah, malas, angkuh, cerewet, sok, pembantah, ingkar janji, rendah diri, pemurung, cepat tersinggung, egois, berlebih-lebihan, dan lain-lain (Sudarto dan Sudi Yatmono, 1994; 72).
Sifat-sifat yang cenderung mengarah pada budi pekerti luhur, yaitu: bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, tenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdi, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, kasih sayang, percaya diri, rela berkorban, rendah hari, sabar, setia, adil, hormat, tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, dan ulet (Edi Sedyawati, 1997)
Sesungguhnya, semua perilaku dasar dalam pendidikan budi pekerti tersebut dapat diajarkan melalui mata pelajaran Bahasa Jawa. Akan tetapi, bab-bab tertentu ada yang lebih tepat diintegrasikan pada mata pelajaran lain, misalnya Pendidikan Agama dan/ atau PPKn.




Budi Pekerti
1. Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan ini.Ini adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa tradisional. Budi Pekerti adalah induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi.Budi Pekerti yang mempunyai arti yang sangat jelas dan sederhana, yaitu : Perbuatan( Pekerti) yang dilandasi atau dilahirkan oleh Pikiran yang jernih dan baik ( Budi).Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.Dirumah dan keluargaSejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lainPeduli LingkunganPendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.Anak kecil yang dirumahnya punya binatang peliharaan seperti anjing, kucing, burung, selalu diberitahu oleh orang tuanya untuk merawat nya dengan baik, memberi makan yang teratur, dijaga kebersihannya, kandangnya juga bersih dan tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang dan justru harus dilindungi dan dikasihi.Tanaman dan pepohonan juga harus dirawat dengan baik, disiram setiap sore, kadang-kadang diberi pupuk, dijaga supaya tumbuh subur dan sehat dan cantik penampilannya ,sehingga enak dipandang.Tanaman yang dirawat akan membalas kebaikan kita, daunnya, , bunganya, buahnya, kayunya, akarnya, bisa memberi faedah yang berguna.Bumi tempat kita berpijak, juga harus dilindungi, diurus yang baik, jangan asal saja menggali-gali tanah ,kalau memang tidak ada tujuan yang bermanfaat.Sumber air juga harus dijaga, tidak boleh dikotori.Prinsipnya, kita harus dengan sadar dan sebaik-baiknya merawat, menggunakan dan mensyukuri semua pemberian alam danPencipta.Pendidikan formalSelain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.Tentu juga diajarkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam tradisi dan adat istiadat.Dimasa penjajahan dulu, sekolah-sekolah pribumi seperti Taman Siswa, menanamkan pendidikan yang penuh dengan semangat juang dan nasionalisme, persatuan dan kesatuan dalam melawan penjajah.Etika PergaulanSebagai bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain senang, dihargai. Orang itu senang bila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk wong cilik, orang ekonomi lemah.Wong cilik akan santun kepada orang yang menghargai mereka. Orang santun, meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini orang yang berbudaya.Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai orang lain, secara pribadi juga untung, yaitu akan mengalami peningkatan taraf kejiwaannya, mengalami kemajuan batiniah.Tatakrama dan Tata SusilaTatakrama dan Tata Susila juga tak terlepas dari budi pekerti. Berlaku sopan, bertatakrama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tatakrama seseorang.Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :Kembali ke Budi PekertiPada saat keprihatinan melanda kehidupan dinegeri tercinta ini dan itu sebab pokoknya adalah kemerosotan moral dan hukum yang sulit ditegakkan , kebenaran diplintir , rasa malu hilang entah kemana, mana yang baik mana yang buruk dikaburkan, tata susila tak diperhitungkan.Lalu dimana pula kejujuran?Yang lagi ngetrend pada saat ini adalah janji-janji, terutama janjinya para politikus. Ini katanya zaman krisis multi dimensi, kalau orang dulu bilang : Ini zaman edan !Dalam keadaan sulit seperti apapun, tentu ada jalan keluarnya, tidak semua orang bersifat jelek, tidak semua pemimpin lupa diri, ada masih anak bangsa yang berkwalitas, jujur, pandai, trampil, trengginas,berani hidup sederhana, dalam perilaku dan tindakannya didasari nurani dan berkah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang . Inilah anak bangsa, satria bangsa yang mumpuni dan akan mrantasi gawe, mengentaskan bangsa dan negara ini dari keterpurukan dan membawa kekehidupan yang lebih baik , sejahtera, aman, adil dan makmur.Kalau kita merenung dengan hening, berbicara dengan nurani, tiada sedikit keraguan bahwasanya Budi Pekerti yang sarat dengan ajaran luhur moral dan etika dan kepasrahan kepada Tuhan, merupakan resep mujarab supaya bangsa dan negara terlepas dari segala keruwetan yang dihadapi ( Ngudari ruwet rentenge bangsa lan negara ). Krisis yang dihadapi akan ditanggulangi dengan baik bila kita semua, terutama mereka yang menjadi pemimpin, priyayi, birokrat, dengan sadar dan mantap, melaksanakan semua tindakan dengan dasar budi pekerti.Budi Pekerti yang merupakan kearifan lokal, pada dasarnya mengandung nilai-nilai universal.Budi Pekerti akan membangkitkan kepribadian yang berkwalitas : tanggap ( peka), tatag ( tahan uji), dan tanggon ( dapat diandalkan).